[K.O.K] – Program Makan Bergizi Gratis (MBG), andalan pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, kini berubah menjadi mimpi buruk bagi ribuan siswa.
Lebih dari 5.000 kasus keracunan dilaporkan di 16 provinsi, memicu gelombang kritik atas kegagalan sistemik dan memunculkan pertanyaan krusial.
Bisakah korban menuntut pertanggungjawaban pemerintah melalui jalur hukum? Kasus demi kasus terus bermunculan.
Di SMA Negeri 7 Baubau, Sulawesi Tenggara, siswi Nazwa dan 45 rekannya dilarikan ke puskesmas setelah menyantap kari ayam berbau busuk, mengalami pusing, mual, dan sakit perut.
Serupa di Kalimantan Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, hingga Yogyakarta, di mana uji lab menemukan bakteri E. coli dan Staphylococcus dalam makanan MBG.
“Ini bukan insiden terisolasi, tapi kegagalan berantai dari pengolahan hingga distribusi,” kata Kepala Pusat Studi Pangan dan Gizi UGM, Sri Raharjo, yang mendesak audit ketat dan sanksi bagi penyedia lalai.
Dari perspektif hukum, korban punya pijakan kuat. Advokat YLBHI, Arif Maulana, menjelaskan bahwa kerugian materiil dan immateriil bisa digugat sebagai perbuatan melawan hukum berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata.
“Class action atau citizen lawsuit jadi opsi efektif untuk tekan pemerintah perbaiki kebijakan,” ujarnya.
Namun, ia memperingatkan, pengalaman seperti kasus pencemaran udara Jakarta menunjukkan putusan pengadilan sering diabaikan eksekutif, menimbulkan skeptisisme atas keadilan.
Kritik lebih tajam datang dari pengamat. Joko Susilo dari Nalar Institute menilai MBG terlalu terburu-buru, sentralistik, dan tanpa standar mutu jelas.
“Program ini janji politik ambisius tapi minus regulasi,” katanya, menyoroti lemahnya pengawasan yang baru bereaksi pasca-kejadian.
Sementara KPAI dan CISDI menemukan 500 dari 1.624 anak survei mendapat makanan basi atau berulat.
“Hentikan sementara untuk evaluasi, jangan korbankan keselamatan anak demi target,” tegas Wakil Ketua KPAI, Jasra Putra.
Pemerintah, melalui Badan Gizi Nasional (BGN), membentuk tim investigasi tanpa tanda penghentian program.
Klaim Presiden Prabowo soal keberhasilan 99,99% kini terbantah oleh ribuan korban baru. Data CELIOS ungkap 92% pemilih Prabowo-Gibran terpikat janji MBG, tapi prioritas politik ini justru membahayakan generasi muda.
Pengamat menilai, tanpa evaluasi mendalam, MBG bukan solusi gizi tapi ancaman kesehatan nasional.
Korban layak tuntut hak, tapi reformasi sistemik jadi kunci agar janji tak berujung tragedi.
