[K.O.K] – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digadang-gadang sebagai solusi stunting nasional kini berubah menjadi mimpi buruk bagi ribuan pelajar.
Hingga 26 September 2025, sebanyak 1.333 orang, termasuk siswa, guru, hingga ibu hamil dan menyusui, di Kecamatan Cipongkor dan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat, mengalami keracunan massal usai mengonsumsi hidangan MBG.
Insiden ini pecah dalam dua gelombang utama pada 22 dan 24 September, dengan korban awal hanya 15 orang yang membengkak menjadi ratusan dalam hitungan hari.
Dinas Kesehatan setempat menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB), sementara Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi berjanji evaluasi besar-besaran terhadap vendor dan penyelenggara.
Tragedi ini bukan sekadar kegagalan logistik, tapi menyoroti kelemahan struktural program yang dikelola Badan Gizi Nasional (BGN).
Kritik pedas mengalir deras terhadap Kepala BGN, Prof. Dr. Ir. Dadan Hindayana, yang latar belakangnya jauh dari keahlian gizi.
Lahir di Garut pada 10 Juli 1967, Dadan adalah ahli entomologi – ilmu tentang serangga dan hama tanaman, bukan nutrisi manusia.
Ia lulus S1 Proteksi Tanaman dari Institut Pertanian Bogor (IPB) pada 1990, S2 Entomologi Terapan di University of Bonn Jerman (1997), studi entomologi di Leibniz Universitat Hannover (2000), dan S3 di IPB.
Sebagai dosen aktif di IPB, keahliannya lebih cocok untuk pertanian daripada program gizi anak bangsa.
Pengangkatan Dadan oleh Presiden Joko Widodo menuai kontroversi, bagaimana seorang pakar serangga memimpin lembaga yang menangani gizi nasional?
Kasus keracunan ini memperburuk citra MBG, dengan pelanggaran SOP memasak di dapur SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi) yang tak terkendali.
Orang tua korban menyuarakan kekecewaan mendalam, seperti salah satu wali murid yang mengaku “hati saya hancur” melihat anaknya menderita.
Bahkan, korban meluas ke ibu menyusui yang ikut mengonsumsi makanan tersebut.
Pemerintah harus segera bertindak, audit independen, penggantian kepemimpinan dengan ahli gizi sejati, dan pengawasan ketat vendor.
Jika tidak, MBG berisiko jadi “program racun” alih-alih bergizi.
Masyarakat menuntut akuntabilitas, jangan sampai tragedi ini berulang.
