[K.O.K] – Bandung Barat, 23 September 2025, Puluhan siswa di Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, diterpa musibah keracunan makanan setelah menyantap hidangan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) pemerintah.
Insiden yang terjadi pada Senin (22/9/2025) ini menimbulkan kekhawatiran luas tentang kualitas dan pengawasan program yang seharusnya mendukung gizi anak bangsa, namun justru berujung pada krisis kesehatan mendadak.
Peristiwa ini pertama kali dilaporkan di Desa Sirnagalih dan Desa Cijambu, di mana sekitar 75 siswa dari berbagai tingkat pendidikan, mulai dari PAUD hingga SMA/SMK yang mengalami gejala serius seperti mual, pusing, muntah, dan bahkan kejang-kejang.
Salah satu kelompok korban berasal dari SMK Pembangunan Bandung Barat di Kampung Rawa Tampele, Desa Sirnagalih.
Mereka menerima makanan dari dapur milik Yayasan Rajib Putra Barokah di Desa Cijambu, yang didistribusikan sejak pukul 09.00 WIB.
Hanya dua jam kemudian, gejala mulai muncul, memicu kepanikan di kalangan siswa, guru, dan orang tua.
Tim medis segera merespons dengan menangani korban di Puskesmas Cipongkor, GOR Kantor Kecamatan, serta klinik Bidan Desa Sirnagalih.
Namun, kondisi memburuk bagi sebagian korban. Sebanyak 25 siswa dengan gejala berat, termasuk sesak napas dan kejang, harus dirujuk ke RSUD Cililin untuk perawatan intensif.
“Pasien terus berdatangan. Tidak hanya siswa SMK, tapi juga SD dan MTS. Jumlah kemungkinan bertambah karena informasi yang kami terima, ada sekitar 3.600 porsi makanan yang dibagikan,” kata Kepala Puskesmas Cipongkor, Yuyun Sarihotimah, dalam keterangan resminya Senin malam.
Dugaan sementara dari pihak medis mengarah pada bahan makanan yang tidak layak konsumsi, khususnya daging ayam yang dilaporkan berbau asam.
Meski demikian, hasil pasti masih menunggu uji laboratorium. Kapolsek Sindangkerta, Iptu Sholehuddin, menyatakan bahwa jumlah korban diperkirakan melebihi 70 orang, dengan pendataan masih berlangsung.
“Polisi telah mengidentifikasi dapur penyedia makanan MBG untuk penyelidikan lebih lanjut,” ujarnya, menegaskan komitmen aparat untuk mengusut tuntas kasus ini.
Insiden ini bukan hanya tragedi kesehatan, tapi juga sorotan tajam terhadap program MBG yang digadang-gadang sebagai inisiatif pemerintah untuk memerangi stunting dan meningkatkan gizi anak sekolah.
Mengapa pengawasan rantai pasok makanan tidak lebih ketat?
Program ini, meski mulia, tampaknya rentan terhadap kelalaian di tingkat lokal, seperti pemilihan vendor dapur yang kurang andal atau pemeriksaan bahan baku yang lemah.
Untuk mencegah kejadian serupa, pemerintah disarankan memperkuat protokol higienis, melibatkan auditor independen, dan melatih penyedia makanan secara rutin.
Selain itu, integrasi teknologi seperti traceability bahan makanan bisa menjadi solusi inovatif, memastikan setiap porsi aman dan bergizi, bukan justru membahayakan.
Kasus di Cipongkor ini menjadi pengingat bahwa program sosial sebesar MBG memerlukan eksekusi sempurna, bukan sekadar distribusi massal.
Sementara korban terus dipantau, masyarakat berharap investigasi cepat membawa keadilan dan perbaikan sistemik.
Pihak berwenang diminta segera memberikan update transparan untuk meredam kekhawatiran publik.
